Belanda
menginjakan kakinya di bumi Indonesia pada tahun 1596 dengan awal
mula kedatangannya sebagai pedagang dengan mendirikan organisasi
bernama VOC (Vereenidge Oost Indie Compagnie) diterima dengan
baik tanpa ada kecurigaan apapun, namun dalam perkembangannya
penguasa kerajaan dengan Belanda sering terjadi perang dengan politik
Belanda yang berhasil memecah belah kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Menginjak tahun 1784 VOC mengalami kemunduran
disebabkan oleh perubahan dalam pola-pola perdagangan, saingan negara
lain, pembukuan yang buruk, korupsi para pegawainya dan salah urus
segala segi administrasi termasuk masalah kearsipannya.
Sejak tahun 1800 berlangsunglah Pemerintahan
Perancis di Belanda termasuk di wilayah Indonesia, terjadi perubahan
kekuasaan dipegang langsung oleh Napoleon Bonaparte, delapan
tahun kemudian dipimpin oleh adiknya yaitu Louis Bonaparte yang
menguasai negeri Belanda mengirim Marsekal Herman Willem Deandles ke
Batavia untuk menjadi Gubernur Jendral (1808-1811), selama
pemerintahan Perancis berlangsung di Belanda dan wilayah Indonesia
secara otomatis perkembagan lembaga kearsipannya pun mengalami
perubahan, dimana dahulu administrasinya tertutup menjadi terbuka,
secara otomatis administrasi yang statis menjadi terbuka.
Pemerintahan Perancis tidak berlangsung lama hanya
sampai 1811, selanjutnya pemerintahan jatuh ke tangan Inggris dengan
menempatkan Thomas Stamford Reffles sebagai Gubernur Jendral di Jawa
(1811-1816), selama Inggris di Indonesia keberadaan arsip masa
peninggalan Perancis di Indonesia tidak mengalami perubahan, karena
Raffles lebih berkonsentrasi pada masalah perdagangan dan industri,
akan tetapi Raffles sangat memperhatikan masalah administrasi dan
ilmu pengetahuan di Indonesia hal ini dapat dilihat dari hasil
karyanya yang berjudul “History of Java” dan
Penemu bunga Refflesia Arnoldi (bunga Bangkai) di Bengkulu.
Batavia merupakan pusat pemerintahan pada masa
Pemerintahan Hindia Belanda, disanalah banyak tercipta arsip-arsip
yang berhubungan dengan segala bentuk surat keputusan,
perjanjian-perjanjian, kontrak perdangan dan perintah-perintah
lainnya, begitu pula daerah-daerah diluar jawa, dan masing-masing
daerah wajib menyerahkan arsip-arsipnya ke pemerintahan di Batavia
karena bersifat Sentralistik, berdasarkan hal tersebut Gubernur
Jendral mengeluarkan Surat Perintah yang termuat dalam “Missive
Gouvernement Secretaris” tanggal 14 Agustus 1891 Nomor 1939
yang menyerukan kepada daerah diseluruh wilayah Hindia Belanda untuk
wajib menyerahkan seluruh arsipnya dari masa sebelum tahun 1830 ke
Batavia.
Hal tersebut dilakukan agar arsip-arsip tersebut
nantinya dapat dipelihara dengan baik dan dapat menjadi masukan
Gubernur Jendral dalam menentukan kebijakan selanjutnya tehanda
wilayah Hindia Belanda, menindak lanjuti hal tersebut Gubenur Jendral
di Batavia dibentuklah “Landsarchief” pada tanggal 28
Februari 1892, maka dapat diartikan bahwa suatu lembaga kearsipan
disbuah tanah jajahan memiliki wewenang dalam mengatur dirinya dan
pada saat itulah ditetapkan oleh Gubernur Jendral di wilayah Hindia
Belanda jabatan Landsarchivaris dengan tanggung jawab memelihara
arsip lama dari masa Pemerintahan Hindia Belanda dan VOC bagi
kepentingan administrasi dan ilmu pengetahuan.
Orang Pertama yang diberi tanggung jawab untuk
mengelola dan memelihara arsip yang tersimpan di Batavia adalah
Mr.Jacob Anne Van der Chijs ia adalah pencetus
gagasan sekaligus sebagai Landsarchivaris pertama yang menitik
beratkan pada penerbitan di bidang kearsipan, terlihat karya-karyanya
Realia dan Nedelansch Indisch Plakaaatboek 1602 –1811.
Tugas yang dibebankan oleh lembaga tersebut adalah :
1. Merawat & mengelola arsip-arsip secara ilmiah
2. Mengembangkan kearsipan di Hindia Belanda
3. Ikut serta dalam penilaian dan penulisan sejarah Hindia Balanda
4. Memberikan Penerangan tentang sejarah Hindia Belanda.
No comments:
Post a Comment